
Jakarta, lensademokrasi.com — Indonesia menuju krisis sampah besar pada 2045 jika tidak segera mereformasi sistem pengelolaannya. Peringatan keras ini disampaikan Senator DPD RI asal NTB, Mirah Midadan Fahmid, dalam RDPU bersama BULD di Gedung DPD RI, Jakarta, (5/5/2025).
“Tanpa perubahan sistemik, kita sedang menyiapkan bom waktu ekologis,” tegasnya.
Data Bappenas mengungkap fakta mengkhawatirkan: 92% rumah tangga belum memilah sampah, dan hanya 35% sampah berhasil diolah. Sementara itu, volume sampah domestik diproyeksikan melonjak dari 70 juta ton (2023) menjadi 82,2 juta ton per tahun pada 2045. Jika tren ini berlanjut, seluruh TPA di Indonesia diperkirakan penuh dalam tiga tahun—pada 2028.
Mirah menyoroti minimnya dukungan fiskal dari daerah. Rata-rata hanya 0,6% APBD dialokasikan untuk pengelolaan sampah, bahkan di NTB hanya 0,4%. Ia menyebut hal ini sebagai “kontradiksi fatal” dengan semangat pembangunan berkelanjutan.
Kritik tajam juga diarahkan pada struktur kelembagaan. Peran ganda Dinas Lingkungan Hidup sebagai regulator sekaligus operator dinilai membuka celah konflik kepentingan dan menghambat inovasi. Mirah mendesak pemisahan fungsi sebagaimana direkomendasikan Kemendagri.
Ia mencontohkan, Jakarta yang sukses dengan pembentukan BLUD dan kerja sama RDF, serta Surabaya dengan PSEL Benowo. Menurutnya, model ini harus direplikasi secara nasional.
Senator Mirah menutup pernyataannya dengan seruan tegas: daerah-daerah, terutama NTB, harus segera memperbarui RISPAS dan membentuk BLUD atau Perumda khusus sampah.
“Reformasi ini bukan pilihan lagi. Ini adalah alarm terakhir sebelum bencana,” pungkasnya. *** (fatoni/sap)