Senator Mirah Desak Langkah Konkret Pemerintah Atasi Darurat Lingkungan di NTB

Jakarta, lensademokrasi.com – Anggota DPD RI asal Nusa Tenggara Barat (NTB), Mirah Midadan Fahmid, menyerukan perlunya langkah nyata dan terukur dari pemerintah pusat dalam menangani krisis lingkungan di wilayah NTB. Sorotannya tertuju pada tiga persoalan utama: deforestasi, pengelolaan sampah, dan kebakaran hutan yang terus berulang tanpa solusi sistemik.

Pernyataan ini disampaikan Senator Mirah dalam Rapat Dengar Pendapat Komite II DPD RI bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Jakarta, baru-baru ini.

Dalam rapat tersebut, Senator Mirah mengungkapkan keprihatinannya terhadap praktik penanaman jagung secara masif dan tidak terkendali di NTB yang justru memperburuk kondisi lingkungan. Dampaknya nyata: banjir dan longsor nyaris terjadi setiap tahun.

“Ini bukan hanya soal pertanian, tapi juga kegagalan dalam perencanaan dan tata kelola hutan yang berkelanjutan,” ujar Mirah saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (15/5/2025).

“Kita butuh strategi yang mengedepankan keberlanjutan, bukan sekadar mengejar keuntungan ekonomi jangka pendek.”

Ia menekankan pentingnya merevisi pendekatan pembangunan daerah agar tidak merusak daya dukung lingkungan dan justru memperparah kerentanan bencana.

Masalah sampah juga tak luput dari sorotan. NTB dinilai belum memiliki infrastruktur pengelolaan sampah yang memadai. TPA Kebon Kongok di Lombok Barat kini sudah kelebihan kapasitas, sementara TPST Sandubaya di Kota Mataram juga kewalahan menampung limbah.

“Keterbatasan lahan dan anggaran membuat pengelolaan sampah menjadi persoalan yang semakin pelik,” katanya.

Ia juga mengkritisi minimnya kepatuhan daerah terhadap standar pengelolaan sampah nasional. Beberapa pemerintah daerah bahkan telah mendapat teguran dari pusat karena dianggap gagal menjalankan amanat undang-undang.

Di sektor kehutanan, Senator Mirah menyayangkan lemahnya sistem pencegahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di NTB. Meskipun UU Kehutanan Pasal 49 menegaskan tanggung jawab pemegang izin, pengawasan dan infrastruktur pencegahan masih jauh dari ideal.

“Kita terlalu sering bertindak reaktif. Pencegahan harus jadi prioritas, bukan sekadar pemadam kebakaran,” tegasnya.

Untuk menghadapi kompleksitas krisis lingkungan, Senator Mirah mengusulkan pendekatan baru: kemitraan bilateral dengan negara-negara yang sukses mengelola limbah menjadi energi. Menurutnya, NTB bisa memanfaatkan teknologi yang telah terbukti di luar negeri untuk memperbaiki sistem lokal.

“Kita tak bisa lagi mengandalkan cara-cara lama. Dunia sudah bergerak ke teknologi terbarukan. NTB juga harus berani bertransformasi,” katanya.

Sebagai langkah konkret, Mirah menekankan pentingnya memperkuat program perhutanan sosial yang saat ini sudah mencakup 71.000 hektare hutan dan melibatkan 43.000 kepala keluarga, dengan potensi ekonomi mencapai Rp 2,2 triliun.

Namun, ia juga menggarisbawahi sejumlah hambatan seperti keterbatasan kapasitas masyarakat dalam mengelola hutan serta minimnya dukungan kelembagaan.

Senator Mirah juga menyerukan pendekatan lintas sektor berbasis wilayah, seperti Integrated Area Development, untuk menyinergikan program lingkungan dengan pemberdayaan masyarakat.

“Krisis lingkungan tidak bisa diselesaikan oleh satu pihak saja. Kita butuh kolaborasi antarsektor, antarpemerintah, dan bahkan antarnegara. Ini bukan lagi soal pilihan, tapi kebutuhan mendesak,” tutup Mirah. *** (fatoni/sap)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *