Aksi Hari Buruh Internasional Sempat Ricuh di DPR

Jakarta, lensademokrasi.com — Aksi peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) di depan Gedung DPR RI, Kamis (1/5/2025), berubah panas. Ketegangan meletus ketika massa membakar ban sebagai simbol perlawanan, dan aparat kepolisian menyerbu ke tengah kerumunan untuk memadamkan api. Saling dorong pun tak terelakkan.

Massa yang tergabung dalam Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) dan aliansi Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) mulai memenuhi kawasan Senayan sejak pukul 08.00 WIB. Menjelang sore, pukul 14.35 WIB, suasana membara—secara harfiah—ketika ban-ban dibakar tepat di depan gerbang DPR.

Kapolres Jakarta Pusat Kombes Pol Susatyo turun tangan langsung memimpin pemadaman. Namun, langkah itu memicu kemarahan peserta aksi, yang menilai aparat terlalu represif terhadap simbolisasi protes. “Jaga kondusifitas! Jangan lakukan pembakaran!” teriak petugas dari dalam kompleks DPR lewat pengeras suara. Tapi teriakan itu tak mampu meredam ketegangan yang telanjur menyulut.

Di balik letupan situasi ini, tersimpan pesan politik yang lebih dalam. May Day kali ini bukan sekadar ritual tahunan buruh turun ke jalan—melainkan pernyataan keras bahwa kebijakan negara di bawah Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dianggap gagal mengubah nasib kaum pekerja. “Belum ada perubahan struktural yang nyata,” tegas Gebrak dalam pernyataan politik mereka.

Rencana awal long march dari Dukuh Atas ke Istana Negara dibatalkan karena Prabowo dijadwalkan hadir di peringatan May Day di kawasan Monas. Titik aksi pun dipindah ke DPR—lambang legislasi yang menurut buruh telah terlalu lama memunggungi aspirasi rakyat.

Dalam orasinya, Gebrak menyoroti elite-elite buruh yang dekat dengan kekuasaan. Mereka mengingatkan, gerakan buruh bukan alat politik untuk meraih kursi atau proyek kekuasaan. “Gerakan buruh adalah alat perjuangan, bukan tangga menuju istana,” seru salah satu orator dari atas mobil komando.

Gebrak membawa lima tuntutan yang mereka sebut sebagai “syarat minimum keadilan sosial”: 1. Cabut UU Cipta Kerja, dan gantikan dengan RUU Ketenagakerjaan yang berpihak pada buruh; 2. Sahkan RUU Pekerja Rumah Tangga, dan akui status kerja sektor informal seperti ojek online dan kurir; 3. Stop penggusuran rakyat kecil, dan laksanakan reforma agraria sejati; 4. Hentikan proyek strategis nasional yang merusak lingkungan, serta sahkan RUU Masyarakat Adat; 5. Cabut UU TNI, dan tolak keterlibatan militer dalam urusan sipil. *** (fatoni/sap)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *