
Jakarta, lensademokrasi.com — Anggota DPD RI asal Aceh, Azhari Cage, S.IP., mendesak pemerintah pusat untuk meninjau ulang rencana pembangunan empat batalyon militer di Aceh. Ia menilai, langkah tersebut berpotensi melanggar semangat dan isi MoU Helsinki, kesepakatan damai antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah RI yang diteken pada 2005.
Pernyataan itu disampaikan Azhari kepada wartawan di Jakarta, Kamis (8/5/2025), merespons kekhawatiran masyarakat Aceh terhadap meningkatnya aktivitas militer di wilayah tersebut.
“Saya meminta pemerintah pusat mengkaji ulang rencana pembangunan empat batalyon baru di Aceh. Ini bisa mencederai semangat perdamaian yang selama ini kita jaga bersama lewat MoU Helsinki,” ujar Azhari tegas.
Menurutnya, beberapa poin dalam MoU Helsinki, khususnya Poin 4.7, 4.8, dan 4.11, secara jelas membatasi jumlah dan pergerakan pasukan TNI di Aceh. Kesepakatan tersebut juga menyatakan bahwa hanya tentara organik yang diperbolehkan berada di Aceh dalam situasi damai.
“Kita bukan anti-TNI. Justru kami mendukung penuh peran TNI menjaga kedaulatan negara. Banyak putra Aceh yang berkontribusi dalam tubuh TNI. Tapi untuk Aceh, ada konteks khusus yang tak boleh diabaikan — yakni komitmen damai yang dibangun lewat MoU Helsinki,” lanjutnya.
Sebagai juru bicara Komite Peralihan Aceh (KPA) Pusat, Azhari juga menyampaikan bahwa banyak suara penolakan dari masyarakat dan elemen lokal terhadap rencana pembangunan batalyon tersebut.
“Ini bukan sekadar isu keamanan, tapi menyangkut kepercayaan rakyat Aceh terhadap pemerintah pusat. Kita ingin MoU Helsinki terus dihormati, bukan hanya sebagai dokumen formal, tapi sebagai fondasi perdamaian yang telah dibangun dengan susah payah,” katanya.
Azhari mengingatkan, pelanggaran terhadap kesepakatan damai itu bisa berdampak pada stabilitas sosial dan politik di Aceh. Ia berharap pemerintah pusat lebih bijak, sensitif terhadap dinamika lokal, serta mengedepankan dialog dalam setiap pengambilan kebijakan strategis.
“Aceh sudah membuktikan bisa menjaga perdamaian. Jangan biarkan kebijakan sepihak membuka kembali luka lama yang telah kita sembuhkan bersama,” tutup Azhari. *** (fatoni/sap)