Komite IV DPD RI Gelar FGD Pra-APBN 2026: Serap Aspirasi Daerah, Perkuat Kebijakan Fiskal Nasional

Semarang, lensademokrasi.com — Komite IV Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) menggelar Focus Group Discussion (FGD) Pra-APBN Tahun Anggaran 2026 di Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Diponegoro, Semarang, Kamis (17/4/2025). Forum ini menjadi ruang strategis untuk menjaring aspirasi dari berbagai unsur daerah—termasuk pemerintah daerah, akademisi, dan pemangku kepentingan lainnya—guna memperkuat arah kebijakan fiskal nasional yang lebih adil dan inklusif.

FGD ini merupakan bagian dari upaya DPD RI dalam menyusun rekomendasi terhadap Rencana Kerja Pemerintah (RKP) serta memberikan pertimbangan atas Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) dalam rancangan APBN 2026.

Hadir dalam kegiatan ini Wakil Ketua DPD RI Tamsil Linrung, Ketua Komite IV Ahmad Nawardi, beserta para anggota Komite IV DPD RI lainnya. Kegiatan juga melibatkan jajaran Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, akademisi Undip, perwakilan Bappeda kabupaten/kota, hingga kalangan mahasiswa, yang secara aktif memberikan masukan dalam suasana diskusi yang terbuka dan partisipatif.

Dalam sambutannya, Tamsil Linrung menegaskan, forum seperti ini adalah perwujudan nyata dari fungsi konstitusional DPD RI dalam menjembatani kepentingan pusat dan daerah. Ia menekankan pentingnya mengubah paradigma bahwa daerah bukan lagi sekadar objek pembangunan, melainkan subjek utama yang harus turut menentukan arah kebijakan nasional.

“Daerah harus menjadi pelaku aktif pembangunan, bukan hanya penerima kebijakan dari pusat. FGD ini memberi ruang bagi suara-suara dari bawah untuk ikut menentukan arah fiskal dan pembangunan nasional,” ujar Tamsil.

Senada dengan itu, Ketua Komite IV DPD RI, Ahmad Nawardi, menyampaikan, masih banyak tantangan yang dihadapi oleh pemerintah daerah, mulai dari ketimpangan program pusat yang tidak selalu sesuai dengan kebutuhan lokal, keterbatasan kapasitas fiskal, rendahnya kualitas sumber daya manusia, hingga lemahnya koordinasi lintas lembaga.

“Kunci pembangunan yang efektif adalah sinergi. Tanpa koordinasi yang kuat antara pusat dan daerah, maka pembangunan akan berjalan tidak optimal,” ujarnya.

Dalam sesi diskusi, Kepala Bappeda Provinsi Jawa Tengah, Harso Susilo, memaparkan berbagai persoalan konkret yang masih membayangi pembangunan di provinsinya. Mulai dari angka kemiskinan yang masih tinggi sebesar 9,58%, tingginya jumlah anak tidak sekolah, hingga lebih dari satu juta unit rumah yang tidak layak huni. Meski demikian, Jawa Tengah tetap menyimpan potensi besar di berbagai sektor unggulan seperti pertanian, industri, pariwisata, dan ketahanan pangan nasional.

Sementara dari kalangan akademisi, Prof. Nugroho SBM dan Prof. F.X. Sugiyanto dari FEB Undip memberikan pandangan kritis terhadap sejumlah asumsi makro dalam RAPBN 2026. Mereka menekankan pentingnya penyusunan kebijakan fiskal yang lebih realistis dan responsif terhadap dinamika ekonomi global dan domestik. Mulai dari target pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar, hingga harga minyak dunia, semuanya perlu dikaji dengan pendekatan berbasis data dan konteks aktual.

Kritik juga datang dari para perwakilan Bappeda kabupaten/kota. Mereka menyoroti kebijakan mandatory spending dari pemerintah pusat yang dinilai membatasi ruang gerak fiskal daerah, terutama daerah dengan PAD yang kecil dan sangat tergantung pada dana transfer pusat seperti DAU dan DAK. Akibatnya, banyak permasalahan khas di daerah yang tidak mendapat alokasi anggaran memadai.

Berbagai isu strategis turut mencuat dalam forum ini, seperti pentingnya digitalisasi pembangunan, penguatan UMKM sebagai pilar ekonomi lokal, optimalisasi pendapatan daerah, hingga pengembangan sektor berbasis potensi dan karakteristik wilayah masing-masing.

Seluruh masukan yang terkumpul dari FGD ini akan dirumuskan menjadi rekomendasi resmi Komite IV DPD RI dan disampaikan kepada pemerintah sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan RKP dan RAPBN Tahun Anggaran 2026.

Sebagai bentuk pendekatan wilayah, kegiatan FGD ini tidak hanya berlangsung di Jawa Tengah, namun juga diselenggarakan secara paralel di Provinsi Sumatera Barat. Langkah ini menegaskan komitmen DPD RI dalam menghimpun aspirasi dari berbagai daerah, guna memastikan perumusan kebijakan nasional yang lebih merata, berkeadilan, dan sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat di seluruh penjuru Indonesia.

“Melalui forum ini, DPD RI ingin memastikan bahwa suara daerah benar-benar terdengar dan menjadi bagian penting dalam perencanaan fiskal nasional,” pungkas Tamsil.*** (fatoni/sap)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *