
Jakarta, lensademokrasi.com – Praktik penyaluran ilegal dan lemahnya perlindungan terhadap Pekerja Migran Indonesia (PMI) kembali menjadi sorotan. Komite III DPD RI menilai pelaksanaan UU No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI) masih jauh dari ideal, dan mendesak dilakukan revisi untuk menjawab tantangan yang kian kompleks di lapangan.
Ketua Komite III DPD RI, Dr. Filep Wamafma, menyampaikan, lonjakan jumlah PMI tidak dibarengi dengan penguatan sistem pengawasan dan edukasi, terutama di daerah asal migran. Persoalan seperti minimnya penempatan di sektor formal, lemahnya kontrol terhadap agen penyalur, hingga maraknya jalur ilegal masih terus terjadi.
“Fenomena ‘kabur aja dulu’ yang viral di media sosial menggambarkan situasi di mana calon PMI terjebak janji manis penyalur ilegal. Ini potret kegagalan negara dalam memberikan perlindungan nyata sejak dari hulu,” tegas Senator asal Papua Barat itu dalam keterangannya di Gedung DPD RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (30/4/2025).
Filep mengakui, secara normatif, UU PPMI sudah memberikan kerangka hukum yang komprehensif. Namun, lemahnya sosialisasi dan pengawasan, terutama di desa-desa kantong migran, membuat banyak calon pekerja tetap memilih jalur berisiko.
“Masyarakat tidak cukup hanya diberi aturan, tapi juga butuh pemahaman dan perlindungan aktif dari negara. Tanpa itu, praktik ilegal akan terus subur,” ujarnya.
Komite III DPD RI pun mendesak pemerintah memperkuat literasi migrasi, memperketat pengawasan terhadap agen penyalur, dan membangun sinergi antara pusat dan daerah. Tujuannya adalah mencegah PMI non-prosedural yang kerap menjadi korban eksploitasi di luar negeri.
Senator asal Bengkulu, Destita Khairilisani, menambahkan, selain edukasi, aspek birokrasi juga perlu dibenahi. “Persyaratan yang terlalu rumit justru mendorong calon PMI memilih jalur belakang. Kita butuh sistem yang mudah tapi tetap aman,” katanya.
Sementara itu, perwakilan IOM Indonesia, Michael Yudha Winarno, mengungkapkan, UU PPMI belum banyak dikenal di tingkat desa. Bahkan, tumpang tindih dengan peraturan daerah justru memperparah kebingungan di lapangan.
“UU ini harus disempurnakan dan disosialisasikan secara menyeluruh agar tidak bertabrakan dengan regulasi lokal,” ujarnya.
Karena itu, Komite III DPD RI memastikan komitmennya untuk mengawal revisi UU PPMI secara serius. Tujuannya jelas, memastikan setiap PMI terlindungi sejak proses awal hingga kembali ke tanah air, tanpa harus menempuh jalan pintas yang membahayakan. *** (fatoni/sap)