Tarif AS Ancam Ekonomi, Rakyat Butuh Perlindungan Nyata

Oleh : H. Al Hidayat Samsu, S.Pd., M.Pd.*)

Di tengah ketidakpastian ekonomi global dan tekanan tarif dari Amerika Serikat (AS), kita perlu kembali mengingat kekuatan sejarah bangsa ini. Pada abad ke-16 dan ke-17, Indonesia telah menunjukkan jati dirinya sebagai bangsa yang menjunjung tinggi kebebasan berdagang dan nilai-nilai toleransi. Sultan Alaudin dari Makassar pernah menyampaikan dengan bijak, “Tuhan menciptakan bumi dan lautan. Bumi dibagi-bagikan kepada manusia, dan laut diberikan untuk dimiliki bersama. Tidak pernah terdengar bahwa seseorang harus dilarang berlayar di lautan.” (Anthony Reid, Southeast Asia in the Age of Commerce 1450–1680, Yale University Press, 1988 & 1993; dikutip dalam Philip Bowring, Nusantaria: Sejarah Asia Tenggara Maritim, KPG, 2022).

Pernyataan tersebut mencerminkan prinsip dasar bangsa kita—menjaga kebebasan, menghormati keberagaman, dan menjunjung tinggi perdagangan yang adil.

Namun kini, prinsip tersebut kembali diuji. Rakyat Indonesia menghadapi tantangan besar akibat kebijakan tarif tinggi yang diberlakukan oleh AS di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump. Tarif yang mencapai hingga 47 persen pada sejumlah komoditas seperti garmen, alas kaki, dan tekstil telah memberikan tekanan serius pada ekspor Indonesia dan mengancam keberlangsungan hidup ribuan pekerja.

Pada 14 April 2025, pemerintah Indonesia mengirimkan delegasi untuk bernegosiasi dengan pihak AS. Delegasi ini dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Sugiono, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Tujuannya jelas: mencari solusi atas lonjakan tarif tersebut. Namun sayangnya, hasilnya belum memberikan angin segar bagi rakyat. Meskipun ada secercah harapan bahwa beberapa produk unggulan Indonesia akan mendapatkan perlakuan tarif yang lebih kompetitif, kenyataannya belum cukup menjanjikan.

Sebagai bentuk respons terhadap situasi ini, saya memimpin Rapat Komite III DPD RI beberapa hari sebelum peringatan Hari Buruh Internasional. Dalam forum tersebut, kami mendengarkan langsung suara serikat buruh dari seluruh Indonesia. Mereka menyampaikan keluhan, keresahan, dan harapan mereka terkait ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) massal akibat kebijakan tarif ini. Sudah saatnya suara mereka dijadikan dasar kebijakan—karena sektor buruh adalah pilar utama ekonomi nasional.

Dampaknya sudah mulai terasa. Data dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS) tahun 2024 menunjukkan bahwa sekitar 1,2 juta pekerja Indonesia berisiko kehilangan pekerjaan. Sektor industri tekstil dan produk tekstil (TPT) adalah yang paling terpukul, dengan lebih dari 191.000 pekerja terancam kehilangan mata pencaharian. Sektor lain seperti makanan, minuman, dan petani penyedia bahan baku pun tak luput dari dampaknya.

Sayangnya, negosiasi pemerintah belum membuahkan hasil signifikan dalam melindungi industri dalam negeri. Negara sebesar AS seharusnya menjadi teladan dalam menciptakan sistem perdagangan yang adil dan setara. Namun realitanya, kebijakan mereka justru menambah ketidakpastian dan memperdalam jurang ketimpangan.

Dampak lain yang tak boleh diabaikan adalah pada sektor informal—yang selama ini menjadi penyangga ekonomi rakyat kecil. Pekerja sektor informal pun terancam kehilangan penghasilan. Maka, kebijakan perlindungan dari pemerintah harus mencakup semua sektor, tidak hanya sektor formal.

Kini kita harus bertanya: ke mana arah kebijakan pemerintah dalam melindungi rakyat? Apakah kita akan terus bergantung pada diplomasi yang tak menghasilkan perlindungan konkret? Atau sudah saatnya kita mengambil sikap tegas dan berani untuk menjaga kedaulatan ekonomi nasional?

Negosiasi penting, tetapi bukan satu-satunya jalan. Kita perlu langkah strategis yang lebih berani dan berpihak pada rakyat. Sudah waktunya kita bangkit dan merebut kembali kendali atas masa depan ekonomi kita.

Mari kita kembali meneladani semangat para pendahulu kita—yang menjunjung tinggi kemerdekaan, keadilan, dan kedaulatan dalam berdagang. Perjuangan untuk Indonesia yang lebih kuat dan adil harus dimulai dari sekarang. ***

* Penulis : Anggota DPD RI Dapil Sulawesi Selatan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *