
Jakarta, lensademokrasi.com — Wakil Ketua DPD RI, Tamsil Linrung, menegaskan pentingnya sinergi antara elemen sipil dan militer, karena menjadi prasyarat utama untuk membawa Indonesia menjadi bangsa besar yang dihormati di kancah global. Pesan itu ia sampaikan dalam orasi kebangsaan saat Halal Bihalal Nasional Keluarga Besar Alumni dan Kader HMI MPO di Aula Badan Bahasa UNJ, Jakarta, Minggu (11/5/2025).
Di hadapan ratusan kader dan alumni HMI, Tamsil mengingatkan bahwa sejarah dunia telah membuktikan: keretakan antara sipil dan militer hanya akan membawa kehancuran dan kemunduran. “Hubungan harmonis sipil dan militer adalah pilar utama stabilitas nasional. Jangan ada pihak yang mencoba mengganggu keseimbangan ini,” ujarnya tegas.
Acara tersebut juga dihadiri Anies Baswedan, yang pernah menjadi rival Presiden Prabowo Subianto di Pilpres 2024. Dalam konteks itu, Tamsil menyampaikan, perbedaan politik tidak boleh menghalangi persatuan nasional. “Kita harus melampaui kompetisi politik dan menyatukan energi bangsa untuk agenda yang lebih besar: kesejahteraan rakyat dan keadilan global.”
Tamsil menyoroti pentingnya menjadikan kolaborasi lintas sektor sebagai budaya strategis bangsa. “Sinergi sipil-militer harus diikuti dialog konstruktif, partisipasi publik dalam kebijakan strategis, dan pemberdayaan militer sebagai penjaga demokrasi serta stabilitas,” tambahnya.
Ia juga memberikan apresiasi terhadap visi pembangunan Presiden Prabowo Subianto yang terangkum dalam Asta Cita. Menurut Tamsil, visi ini adalah kerangka strategis menuju masyarakat adil dan beradab. “Program seperti makan bergizi gratis, pelatihan vokasi nasional, dan industrialisasi berbasis potensi lokal bukan sekadar janji politik, tapi solusi konkret mengatasi ketimpangan dan memanfaatkan bonus demografi,” jelasnya.
Namun, ia mengingatkan, keberhasilan Asta Cita menuntut kepemimpinan yang bukan hanya cerdas, tetapi juga berani secara moral. “Pemimpin sejati adalah mereka yang menempatkan kepentingan rakyat di atas kepentingan kelompok atau individu,” tegas Tamsil.
Kepada para alumni HMI, ia menyerukan peran aktif dalam mewujudkan Asta Cita. “Kita harus membangun ekosistem kolaboratif dari ruang kelas hingga ruang kebijakan. Jangan biarkan visi besar ini berhenti di atas kertas,” serunya.
Tamsil juga menekankan pentingnya silaturahmi sebagai instrumen membangun kekuatan sosial. “Silaturahmi bukan sekadar ritual, tapi strategi kebudayaan untuk memperkuat ukhuwah dan memperkuat integrasi bangsa di tengah ancaman fragmentasi sosial,” katanya.
Ia menyoroti ketimpangan sosial-ekonomi yang terus melebar sebagai ancaman nyata terhadap kohesi sosial. “Alumni HMI harus hadir di ruang kebijakan, menjadi agen perubahan dan penggerak keadilan sosial,” ujarnya.
Di tingkat global, Tamsil mengangkat isu Palestina sebagai ujian moral bangsa. “Mendiamkan penjajahan atas Palestina adalah bentuk pengkhianatan terhadap nilai-nilai dasar kebangsaan kita. Indonesia harus aktif memobilisasi kekuatan BRICS untuk mendorong kemerdekaan Palestina,” kata Tamsil, sambil mengajak publik memperkuat kampanye boikot terhadap produk yang mendukung Israel.
Menutup orasinya, Tamsil mengajak seluruh umat untuk bangkit melalui tiga kesadaran utama: ukhuwah, peran strategis, dan spiritualitas. “Kita boleh berbeda taktik, tetapi kita harus satu dalam cita-cita: membangun bangsa yang bermartabat dan berdaulat,” pungkasnya. *** (fatoni/sap)